KUMPULAN CERITA HOROR INDONESIA

SI MBAH

Cerita ini tentang salah satu sosok gaib yang pernah menjadi teror di rumah keluargaku. Saat ini, sosok ini tidak terlalu mengganggu dan hanya sesekali menampakkan diri atau menunjukkan eksistensinya di salah satu kamar di rumah. Aku akan coba menceritakan secara berurutan dari kejadian pertama hingga akhirnya keluargaku mengetahui sosok apakah yang sering meneror kami.

Teror ini bermula di kisaran tahun 1980-an sampai 1990-an, saat Kakekku yang merupakan anggota dari TNI Angkatan Laut masih aktif bertugas di kesatuannya. Sesekali, Kakek akan ditugaskan untuk pergi berlayar, dan sekali berlayar, biasanya Kakek baru akan kembali pulang setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian.

Sebut saja Mamak. Begitulah aku memanggil tetanggaku ini sehari-hari. Rumah Mamak ada di sebelah rumah yang ada di depan rumahku. Satu malam, sewaktu Kakek sedang pergi berlayar, Mamak keluar rumah untuk salat maghrib di masjid. Sewaktu berangkat ke masjid ini, Mamak melihat Kakekku berdiri diam di depan pintu rumah.

Saat itu, rumahku belum memiliki pagar yang tertutup. Pagar rumah hanya terdiri dari dua pilar tembok setinggi orang dewasa dan tembok pendek di samping kedua pilar itu saja, sehingga siapapun bisa melihat jika ada orang yang berdiri di teras rumahku dari luar pagar. Di depan rumah, Kakekku hanya berdiri, tidak bergerak, tidak mengetuk pintu ataupun memanggil orang di rumah. Karena Mamak buru-buru untuk salat maghrib, jadi Mamak tidak menyapa dan langsung berjalan ke masjid.

Sepulang salat maghrib, Kakekku masih berdiri di depan pintu rumah. Mamak mulai merasa curiga, sehingga Mamak tetap tidak menyapa Kakek dan masuk ke rumah. Kakek tetap berdiri di depan rumah sampai ketika adzan isya berkumandang, dan Mamak hendak berangkat lagi ke masjid untuk salat isya. Namun saat Mamak keluar rumah, sosok “Kakek” itu sudah menghilang.

Esok paginya, Mamak bertemu dengan Nenekku ketika berbelanja dan menanyakan soal apakah Kakek semalam ada di rumah. Namun, Nenek menjawab kalau Kakek kemarin pergi berlayar, dan tentu saja belum pulang. Mamak pun menceritakan pengalamannya semalam, dan Nenekku hanya berkata kalau mungkin itu orang lain, bukan Kakekku, atau mungkin Mamak salah lihat saja. Kejadian itu pun berlalu begitu saja.

Kejadian berikutnya disaksikan oleh Mbah Cipto, sepupu dari Kakekku yang kebetulan menginap di rumah ketika Kakek berangkat berlayar beberapa bulan kemudian. Di malam hari, Mbah Cipto yang menginap di kamar depan hendak membuka jendela kamar untuk mendapatkan udara segar. Namun, sebelum membuka jendela, tanpa sengaja Mbah Cipto melihat ada Kakekku yang berdiri di depan pintu rumah. Anehnya, Kakek hanya diam tak bergerak dan tak bersuara sedikit pun. Mbah Cipto mencoba mengamati untuk beberapa saat, dan sosok Kakekku itu tetap diam mematung.

Mbah Cipto saat itu yakin, itu pasti bukan Kakekku, karena Kakekku paling tidak pasti mengucapkan salam dan mengetuk pintu. Lagipula, jika Kakekku tidak jadi berangkat berlayar, beliau pasti menelepon dari kantor untuk mengabari keluarganya di rumah. Karena dirasa sosok itu bukan Kakekku, Mbah Cipto mengabaikan sosok itu, dan beliau memutuskan untuk tidak keluar rumah sampai pagi tiba.

Esoknya, Mbah Cipto bangun dan tidak menemukan Kakek di rumah. Artinya, Kakek betul-betul tidak pulang ke rumah semalam. Mbah Cipto pun kemudian menceritakan pengalaman itu ke Nenek dan istrinya. Namun Nenekku masih tidak percaya, masih menganggap mungkin Mbah Cipto salah lihat, meskipun Mbah Cipto bersikeras.

Sebenarnya saat itu Nenekku mulai mempercayai bahwa ada sosok makhluk gaib yang suka menyerupai Kakek. Namun beliau hanya menolak mempercayainya supaya tidak ketakutan jika sewaktu-waktu ditinggal Kakek pergi berlayar dan harus sendirian di rumah. Ketika Kakek pulang, Nenek sempat menceritakan cerita Mamak dan Mbah Cipto ke Kakek. Namun Kakek yang lebih tidak percaya pada hal gaib hanya berkata kalau Mamak dan Mbah Cipto mungkin salah lihat. Namun, untuk berjaga-jaga, Kakek akhirnya mempekerjakan seorang asisten rumah tangga di rumah untuk menemani Nenek ketika Kakek harus pergi berlayar.

Beberapa bulan kemudian, Kakek ditugaskan untuk berlayar lagi. Setelah Kakek berangkat, di malam harinya, kejadian serupa kembali terjadi. Malam itu, sekitar jam delapan malam, Nenek sedang menonton TV di ruang tengah, sedangkan Mbak Asih, asisten rumah tangga kami saat itu, sedang berada di ruang tamu bersih-bersih. Tiba-tiba Mbak Asih mendengar suara pintu diketuk tiga kali. Mbak Asih pun melirik ke jendela yang ada di samping pintu, untuk melihat siapa yang bertamu malam-malam ke rumah. Dari jendela, Mbak Asih melihat ada Kakekku sedang berdiri dengan pose mengetuk pintu.

Saat itu, Mbak Asih tidak langsung membukakan pintu. Ia malah langsung berlari menghampiri Nenek di ruang tengah yang berada di belakang ruang tamu. Mbak Asih sadar kalau tadi pagi Kakek berpamitan untuk berangkat berlayar, dan sedari tadi juga tidak ada telepon dari Kakekku kalau Kakek tidak jadi berangkat. Mbak Asih langsung bertanya ke Nenekku.

“Nya, tadi apa Bapak telepon kalau tidak jadi pergi layar?” tanya Mbak Asih.

“Lho, dari tadi nggak ada telepon tuh, Asih. Kenapa?” tanya Nenek balik.

“Tapi, itu ada Bapak, Nya, di depan pintu, tadi ngetuk pintu, Nyonya nggak dengar?” ucap Mbak Asih yang mengejutkan Nenekku. Bergegas mereka berdua menuju ke pintu depan, dan dari jendela mereka berdua melihat di depan pintu ada sesosok orang berdiri di depan pintu. Namun, itu bukan Kakekku. Sosok itu bertubuh besar, berbulu berwarna hitam, berkuku tajam dan panjang, bertanduk di kepalanya dan di wajahnya hanya terlihat mata merah dan taring putih mencuat keluar dari bibirnya.

Melihat itu, Nenek langsung berucap, “Astaghfirullah haladzim!” Seketika sosok itu berubah menjadi asap hitam dan menghilang seperti tertiup angin secara perlahan. Sejak malam itu, Nenekku memutuskan untuk mengajak Mbak Asih tidur sekamar dengannya karena ketakutan. Namun sejak hari itu, sosok itu tidak lagi mengganggu Nenekku dengan menyerupai Kakekku lagi.

Sampai bertahun-tahun kemudian, waktu itu adik dari nenekku, sebut saja Mbah Hari, dan istrinya, Mbah Dwi, ikut tinggal bersama Kakek dan Nenek di Surabaya. Mereka tinggal di lantai dua rumah Kakek dan Nenek yang saat itu baru selesai dibangun.

Suatu ketika, Mbah Hari ada keperluan ke luar kota selama beberapa hari. Sebelum beliau berangkat, Mbah Hari berpesan suatu hal yang menurut istrinya aneh.

“Aku mau pergi dulu, ada kerjaan di luar kota. Paling minggu depan aku baru pulang. Nanti selama aku pergi, kalau aku tiba-tiba pulang sebelum minggu depan, coba perhatikan baik-baik. Kalau kamu merasa gerak-gerikku aneh, atau kamu merasa itu bukan aku, kamu ambilkan nasi putih satu piring, taburi garam yang sangat banyak, lalu sajikan ke aku yang pulang tiba-tiba itu. Kalau aku makan nasi itu sampai habis tanpa mengomel karena keasinan, kamu langsung keluar dari rumah, cari pertolongan ke Mbak Yu di bawah,” pesan Mbah Hari ke Mbah Dwi. Mbak Yu yang dimaksud Mbah Hari adalah Nenekku.

“Apaan sih kamu itu, ninggalin istrinya kok malah nakut-nakutin,” jawab Mbah Dwi ke suaminya.

“Udah, pokoknya kamu ingat-ingat betul pesanku tadi. Syukur-syukur tidak kejadian. Aku berangkat dulu, Assalamualaikum,” pamit Mbah Hari yang langsung pergi meninggalkan rumah.

Beberapa hari setelah Mbah Hari pergi, di sore hari, tiba-tiba Mbah Hari pulang dan mengetuk pintu rumah lantai dua. Mbah Dwi membukanya dan agak terkejut karena suaminya pulang.

“Lho, kok sudah pulang, Pak?” tanya Mbah Dwi, tanpa dijawab oleh Mbah Hari. Beliau malah langsung menuju ke ruang tengah dan duduk di depan meja yang biasa beliau gunakan untuk makan. Saat Mbah Dwi dilewati oleh Mbah Hari yang langsung masuk ke dalam rumah, Mbah Dwi mencium aroma aneh dari suaminya yang tidak biasa. Aroma itu seperti bau apek seperti bau ruangan gudang berdebu yang bercampur bau kambing. Saat itulah, Mbah Dwi sadar dan ingat dengan pesan suaminya. Apalagi, sosok “Mbah Hari” yang ini tidak mengucapkan sepatah kata pun, tidak seperti biasanya.

Mbah Dwi langsung ke dapur, mengambil nasi dalam porsi banyak, dan menaburi dengan garam dengan porsi yang juga banyak. Orang biasa pasti tidak bisa memakan nasi putih porsi jumbo tanpa lauk dengan garam sebanyak itu. Mbah Dwi pun menyajikan makanan itu ke Mbah Hari, dan Mbah Hari langsung memakannya dengan lahap, sampai habis.

Mbah Dwi langsung menyadari kalau itu bukanlah suaminya, dan bergegas lari ke lantai satu menemui Nenekku. Bersama dengan Nenekku, mereka berdua kembali ke lantai dua untuk mengecek, namun sosok yang menyerupai Mbah Hari sudah tidak ada, bahkan tidak ada seorang pun di lantai dua. Setelah itu, Mbah Dwi memutuskan untuk tidur di lantai satu bersama Mbak Asih di kamarnya sampai beberapa hari kemudian ketika Mbah Hari pulang. Mbah Dwi langsung menceritakan pengalamannya itu ke suaminya, dan Mbah Hari pun menjelaskan bahwa sosok yang suka menyerupai itu adalah Genderuwo, yang dahulu juga sering menyerupai Kakekku.

Di Pulau Jawa, Genderuwo dikenal sebagai sosok makhluk gaib berwujud besar, berbulu hitam lebat, bertaring, bertanduk, dan suka menyerupai orang lain, khususnya laki-laki, untuk berhubungan dengan istrinya ketika si suami sedang tidak berada di rumah.

Untung saja malam itu Mbak Asih tidak langsung membuka pintu rumah, melainkan langsung menghampiri Nenekku untuk mengonfirmasi kepulangan Kakekku yang dirasa aneh karena tidak mengabari, dan bahkan tidak mengucapkan salam seperti yang biasa dilakukan Kakek dan orang-orang Muslim saat pulang ke rumah. Untung juga Mbah Dwi ingat dengan pesan Mbah Hari dan segera mencari pertolongan ke Nenekku hari itu. Entah apa yang akan terjadi pada Nenek dan Mbah Dwi jika tidak menyadari kalau itu adalah sosok Genderuwo. Semoga Allah senantiasa melindungi kita semua dari gangguan makhluk yang tidak kasat mata.

#FebhanaNochaPutra @fbhnch