KUMPULAN CERITA HOROR INDONESIA

SANLAT

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Halo semua, ini adalah cerita pertamaku di DYSWIS. Panggil saja aku Bunga. Kejadian ini terjadi saat aku kelas 2 SMA, sekitar 8-9 tahun yang lalu.

Sekolahku selalu mengadakan acara pesantren kilat setahun sekali, dan kebetulan saat itu aku menjadi panitia dokumentasi. Panitia dokumentasi perempuan, kalau tidak salah, ada tiga orang, yaitu aku dan dua temanku, sebut saja Mira dan Anda.

Pada hari itu, sekitar jam 11 atau 12 malam, acara sudah selesai. Peserta pesantren kilat diarahkan untuk tidur dan istirahat di ruang kelas yang dijadikan tempat tidur. Begitu juga para panitia. Beberapa dari kami disuruh istirahat karena akan bertugas saat sahur nanti. Panitia dokumentasi dan konsumsi ditempatkan dalam satu ruangan tidur.

Gedung tempat kami tidur berbentuk lorong dengan dua lantai. Ruangan kelas tempat kami tidur berada di lantai dua, di sudut paling kanan. Di dalam ruangan itu terdapat jendela di dinding sebelah kanan yang menghadap lapangan belakang sekolah dan terdapat pohon besar, sementara dinding sebelah kiri menghadap ke lapangan depan sekolah. Kaca jendela sebelah kanan paling belakang tidak ada, jadi angin langsung masuk ke dalam kelas.

Malam itu, keempat temanku sudah mengambil posisi tidur di tengah ruangan, sedangkan aku duduk di kursi dekat jendela sebelah kiri dan pintu kelas. Aku sedang mengecas HP, jadi posisiku menghadap depan dengan jendela sebelah kiri persis di sebelahku duduk.

Sekitar sejam kemudian, teman-teman dari konsumsi bangun dan turun ke bawah untuk masak. Untuk pengambilan foto masak sahur itu tugas dokumentasi laki-laki, jadi kami yang perempuan tidak perlu bangun dan lanjut tidur. Posisi tidur sekarang adalah Mira di sebelah kiri, Anda di tengah, dan aku di kanan dengan sedikit space lalu langsung tembok.

Karena tidak bisa tidur, aku masih bermain HP sambil duduk di tempat awal dekat jendela dan pintu. Mira dan Anda masih tidur. Tidak lama kemudian, angin sedikit bertiup kencang, jadi kondisi ruangan agak dingin karena selain dari kipas angin, angin dari kaca yang bolong juga masuk. Aku melihat ke pohon besar yang terlihat dari kaca yang bolong, namun tiba-tiba terdengar suara dari luar ruang kelas.

Suara itu seperti suara prajurit tentara yang berlari sambil menghentakkan kaki. Jumlah hentakan kakinya banyak. Sumber suara itu berasal dari ujung lorong kemudian berhenti di lorong persis depan ruangan kelas tempat kami tidur. Namun, suara di depan ruangan tempat kami tidur tidak banyak. Jadi, yang tadinya berlari ramai, jumlahnya berkurang seiring pelannya kecepatan lari, sehingga sampai depan ruangan kelas, suaranya tinggal satu langkah kaki berjalan.

Ngertikan? Yang tadinya ramai sekali berkurang menjadi beberapa langkah jalan cepat sampai tinggal satu suara langkah berjalan biasa di depan ruangan tempat kami berada. Aku kesal karena berisik, jadi aku bangun mau membuka pintu. Rencananya mau menegur teman-temanku yang lari-larian. Sampai depan pintu, tiba-tiba aku berpikir, tidak mungkin juga temanku lari jam segini, di mana ini waktunya istirahat bagi peserta pesantren kilat. Tidak mungkin mereka membuat keributan begitu.

Jadinya aku duduk kembali di kursi awal. Lumayan lama suara itu terdengar dengan alur yang sama, sampai tiba-tiba suara itu berhenti. Tidak lama kemudian, terdengar suara ketukan jendela sebelah kiri. Ketukan itu dari kaca jendela belakang sebelah kiri dan berhenti tepat di kaca sebelah kiri kepalaku. Tiga kali berulang ketukan itu dari belakang dan berhenti persis di kaca sebelahku. Aku tidak melihat ke kiri, pandanganku fokus ke depan menatap tembok. Aku takut menatap ke kiri, takut terlihat dia yang tidak seharusnya kulihat. Ketukan berhenti kembali. Sedetik kemudian, ketukan beralih hanya di kaca samping sebelah kiriku. Yang tadinya dari belakang, kini hanya di kaca samping kiriku saja. Aku mulai takut, HP masih di tangan, tapi pandanganku masih lurus ke depan tembok.

Karena sudah sangat ketakutan, aku berdiri ingin bergabung bersama dua temanku yang tidur. Namun sialnya, belum sampai di sebelah temanku, seketika ruangan sangat ramai dengan orang yang berbicara. Aku terus berjalan menuju teman-temanku, lalu mengambil posisi di samping Anda. Aku tidur menghadap ke arah kanan, yang ada space sedikit langsung tembok. Aku memejamkan mata, sambil mencoba mendengarkan suara ribut di ruangan ini. Suasana ruangan yang tadinya dingin berubah menjadi panas, sehingga aku berkeringat.

Suara di kelas itu semakin ramai seperti pasar, tapi aku tidak tahu mereka ngomong apa. Setelah kudengar, itu bukan bahasa Indonesia atau bahasa daerahku. Suaranya memang ramai, bahkan ada yang berteriak, dan seperti suasana di pasar.

Dengan masih ketakutan, aku cuma bisa membaca apapun yang aku hafal dan aku bisa. Suara akhirnya hilang, dan aku pikir, wah sudah selesai nih gangguan, alhamdulillah.

Setelah membatin seperti itu, tiba-tiba terdengar suara tangisan lirih seorang wanita. Aku mulai bergetar, karena suara itu berasal dari depanku persis! Aku menutup mata sekuat mungkin, karena aku yakin wanita itu sedang menangis di depanku. Aku merasakan hawa panas dari depanku. Tangisan itu terdengar sangat pilu, membuatku juga ikut menangis. Dengan campuran rasa takut dan sedih, tanpa sadar aku ikut menangis dengan wanita itu. Tangisanku bercampur dengan tangisan wanita itu. Malam itu, di ruangan itu, aku dan wanita itu menangis bersama.

Namun bukan hanya itu, suara tangisan itu semakin lama semakin besar memenuhi ruangan itu. Kini bukan hanya tangisan, sudah terdengar seperti tangisan yang marah. Aku masih menangis juga bersamanya. Namun tiba-tiba suara itu hilang, dan suasana hening saat pintu ruangan kelas itu dibuka temanku dari luar, yang menyuruh aku, Mira, dan Anda untuk turun ke bawah, karena sahur sudah tiba.

Teman-teman yang melihat mataku bengkak bertanya, tapi aku hanya diam saja, tidak berniat menceritakan kejadian malam ini, karena ini adalah malam pertama pesantren kilat. Masih ada beberapa malam berikutnya, jadi aku memilih menyimpan kejadian ini sendirian.

Setelah itu, aku turun ke bawah berjalan ke arah ruangan OSIS. Ruangan OSIS itu berada persis di bawah ruangan kelas tempat kami tidur. Aku bertemu temanku, sebut saja Riri. Riri memanggilku dan bertanya, kenapa semalam kalian di atas ribut sekali. Aku kaget mendengarnya. Lalu aku menjawab, tidak kok, kami tidur semuanya. Riri menjawab lagi, tidur apanya, kalian terlalu berisik sehingga aku teriakkan dari bawah untuk diam. Aku akhirnya mendekat ke arahnya sambil berbisik, kamu mendengarkannya? Dia mengerutkan keningnya lalu aku bercerita semuanya.

Dia mengajakku menemui ketua OSIS untuk menceritakannya. Akhirnya aku menceritakan kepada ketua OSIS. Dan kalian tahu ketua OSIS-ku bilang apa? Dia berkata, panitia mana yang memperbolehkan kalian tidur di ruangan kelas itu? Sudah lama ruangan itu tidak boleh dipakai selama pesantren kilat, apalagi dijadikan ruangan tidur.

Aku hanya bisa terkejut mendengarnya, semua itu terlambat. Aku sudah menangis semalaman bersama wanita yang entah siapa itu.

Masih ada beberapa kejadian horor selama pesantren kilat di sekolahku. Dari aku menangani orang yang kesurupan dan lainnya. Oh iya, aku lupa bilang, saat kejadian ini, aku sedang masa penyembuhan dari penutupan mata batinku. Jadi, saat itu aku tidak bisa melihat "mereka" secara jelas lagi, namun aku masih bisa merasakannya. Sampai jumpa di cerita selanjutnya!

#Bunga